berbisik meracik picik,
diteras nyawa-nyawa meregang,
disampingnya mata nanar memandang bingung.
Aku berlari menentang arah peluru,
yang muntah dari moncong senjata para durjana,
senjatanya etika yang ia tanggalkan,
tetapi selalu ia khotbahkan.
Ia berkata " kita adalah budak Tuhan "
lagak ia seperti tuan,
ongkang kaki dan kempit perawan,
hadiri jamuan,
minum darah budak yang dikorbankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar